Sabtu, 05 Januari 2013



KONSULTASI KEJIWAAN

A.      Konsultasi
A.1. Definisi Konsultasi
Salah satu definisi konsultasi seperti yang dikemukakan oleh Zins (dalam Citerwati, 2012) bahwa konsultasi ialah suatu proses yang biasanya didasarkan pada karakteristik hubungan yang sama yang ditandai dengan saling mempercayai dan komunikasi yang terbuka, bekerja sama dalam mengidentifikasikan masalah, menyatukan sumber-sumber pribadi untuk mengenal dan memilih strategi yang mempunyai kemungkinan dapat memecahkan masalah yang telah diidentifikasi, dan pembagian tanggung jawab dalam pelaksanaan dan evaluasi program atau strategi yang telah direncanakan Konsultasi menurut wiktionary adalah sebuah pertemuan atau konferensi untuk saling bertukar informasi dan saran. Konsultasi didefinisikan oleh Commission (dalam Citerawati, 2012) sebagai sebuah proses dialog yang mengarah kepada sebuah keputusan.

A.2.  Ada tiga aspek dalam konsultasi :
*      Konsultasi adalah sebuah dialog, di dalamnya ada aktifitas berbagi dan bertukar informasi dalam rangka untuk memastikan pihak yang berkonsultasi agar mengetahui lebih dalam tentang suatu tema. Oleh karenanya konsultasi adalah sesuatu yang edukatif dan inklusif.
*      Konsultasi adalah sebuah proses. Konsultasi adalah sebuah proses yang interaktif dan berjalan.
*      Konsultasi adalah tentang aksi dan hasil. Konsultasi harus dapat memastikan bahwa pandangan yang dikonsultasikan mengarahkan kepada sebuah pengambilan keputusan. Oleh karenanya konsultasi adalah tentang aksi dan berorientasi kepada hasil.

A.3. Tindakan atau proses konsultasi.
a. Sebuah konferensi di mana saran yang diberikan atau pandangan dipertukarkan.
b. Sebuah pertemuan antara ahli konsultasi untuk mendiskusikan diagnosis atau pengobatan kasus.

A.3. Keterampilan Mendengarkan dan Mempelajari
Ada beberapa hal yang termasuk dalam keterampilan mendengarkan dan mempelajari yaitu :
1. Komunikasi nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan gerakan tubuh tanpa perlu kata-kata, meliputi : usahakan kepala sama tinggi, memberi perhatian, menyingkirkan penghalang, menyediakan waktu dan memberi sentuhan secara wajar.
2. Mengajukan pertanyaan terbuka
Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang membutuhkan jawaban penjelasan. Pertanyaan terbuka akan lebih bermanfaat karena konselor akan mendapatkan informasi lebih banyak dan mengurangi konselor mendominasi pembicaraan. Pertanyaan terbuka biasanya dimulai dengan pertanyaaan Apa, Mengapa, Siapa, Kapan dan Bagaimana.
3. Menggunakan respon dan gerakan tubuh yang menunjukkan perhatian
Berikan tanggapan yang menunjukkan perhatian dan ketertarikan terhadap atas jawaban klien dalam bentuk bahasa isyarat seperti mengangguk dan kata-kata penghargaan seperti wah, nnn,mmmm,ooooo... begitu, eeeeh.
4. Mengatakan kembali apa yang klien katakan
Akan lebih bermanfaat mengulangi atau mengatakan kembali apa yang klien katakan. Ini menunjukkan bahwa kita mengerti dan akan lebih besar kemungkinannya klien bicara lebih banyak lagi. Paling baik adalah mengucapkannya dengan cara yang agak berbeda sehingga tidak terdengar seolah kita sedang “membeo”.
5. Berempati menunjukkan konselor memahami perasaan klien
Bila klien mengatakan sesuatu yang menunjukkan perasaan, akan berguna sekali jika direspon dengan cara yang menunjukkan bahwa kita mendengarkan apa yang klien ungkapkan, dan bahwa kita memahami perasaannya dari sudut pandangnya.Empati beda dengan simpati.Jika bersimpati, kita mengasihani seseorang dan melihat klien dari sudut pandang kita.
6. Hindari kata-kata yang menghakimi
Kata-kata yang menghakimi adalah kata-kata seperti : benar, salah, baik, buruk, bagus, cukup, tepat. Kadang kita perlu menggunakan kata-kata yang menghakimi (terutama untuk kata-kata yang positif) yaitu ketika kita sedang membangun percaya diri klien. Tapi berlatihlah untuk menghindari kata-kata yang menghakimi kecuali ada alasan yang sangat penting untuk menggunakanya. Biasanya pertanyaan yang menghakimi seringkali berupa pertanyaan tertutup. Maka akan lebih menolong apabila kita menggunakan pertanyaan terbuka.



A.4. Keterampilan membangun percaya diri dan memberi dukungan
Membangun percaya diri klien akan membantunya untuk membuat keputusan sendiri tentang perubahan diet yang harus dilakukannya sekaligus melaksanakan keputusan tersebut. Dengan memberikan dukungan akan meningkatkan percaya diri klien terhadap apa yang telah dia lakukan dan akan membantunya untuk melaksanakan diet. Bila klien sudah percaya diri dengan keputusannya maka tidak akan terpengaruh oleh pendapat orang lain.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membangun percaya diri klien adalah :
a. Terima apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh klien
b. Mengenali dan memuji apa yang klien kerjakan dengan benar.
c. Memberi bantuan praktis
d. Memberi sedikit informasi yang relevan
e. Menggunakan bahasa yang sederhana
f. Memberikan dua atau tiga saran, bukan perintah
g. Menilai pemahaman
h. Rencana tindak lanjut

A.5. Ciri-ciri Konselor yang Baik
*        Ramah
*         Berusaha mengenali kebutuhan klien
*        Empati dan memberikan rasa nyaman
*        Mendorong klien untuk memilih cara pemecahan yang terbaik dalam situasi
tertentu
*        Memberi perhatian secara khusus
*        Menjaga rahasia dan kepercayaan klien

A.6.  Hal yang Boleh Dalam Konseling
a. Memberi saran alternatif pemecahan masalah
b. Meminta penjelasan
c. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah
d. Merumuskan pembicaraan
e. Menjaga kerahasiaan                                   

A.7.  Hal yang Tidak Boleh Dalam Konseling
a. Membuat keputusan
b. Menilai, menegur, mencemooh, memarahi, menertawakan, memojokkan,
melecehkan
c. Menggunakan kata/istilah yg tdk dimengerti
d. Tdk punya waktu dan tergesa-gesa
e. Mengungkapkan rahasia pribadi
f. Membicarakan dengan pihak lain
g. Memaksa pendapat sendiri

B.       Kejiwaan
B.1. Definisi Kejiwaan
            Jiwa dalam bahasa Arab disebut Nafs, dan dalam bahasa Yunani disebut Psyche yang diterjemahkan dengan jiwa atau Soul dalam bahasa Inggris (Anto, 2012). Plato (dalam Anto,2012) berpendapat bahwa jiwa itu adalah sesuatu yang immaterial, abstrak dan sudah ada lebih dahulu di alam praserisoris. Kemudian is bersarang di tubuh manusia dan mengambil lokasi di kepala (logition, pikiran), di dada (thumeticon, kehendak) dan di perut (abdomen, perasaan). Pendapat ini kemudian dikenal dengan istilah Trichotomi. Menurut Plato, ketiga unsur inilah yang mendasari seluruh aktivitas manusia. Dengan kata lain, seluruh kegiatan hidup kejiwaan manusia mempunyai dasar yang kuat pada ketiga unsur tersebut. Sejajar dengan trichotominya, Plato mengatakan bahwa manusia akan memiliki sifat Bijaksana (jika pikiran menguasai dirinya) dan Ksatria atau Berani (jika kehendak menguasai dirinya) serta Kesederhanaan (jika perasaannya tunduk pada akalnya). Maka apabila ketiga sifat itu menguasai manusia,berarti ia telah memiliki kesadaran sebagai manusia. Sadar artinya mengerti secara aktif. Dengan kesadaran inilah, manusia selalu cenderung untuk menentukan sendiri bentuk-bentuk aktivitas hidupnya dan tingkah-laku yang diwujudkannya, maupun finalita dalam kehidupannya.
Aristoteles (dalam Anto, 2012) berpendapat lain dari gurunya. Menurut dia jiwa itu adalah daya hidup bagi makhluk hidup. Jadi, di mana ada hidup di situlah ada jiwa. Daya kehendak dan mengenal merupakan dua fungsi jiwa manusia. Kemudian pendapatnya ini dikenal dengan istilah dichotomi. Selanjutnya dia menjelaskan, bahwa jiwa sebagai sesuatu yang abstrak (dunia idea) halus menempati atau berada dalam tubuh (dunia materi) menjadi daya hidup yang nyata, (realita). Karena realisasi dari jiwa ini memang merupakan tujuan untuk membentuk sesuatu (tingkah laku) menurut hakikatnya yang sudah ditentukan terlebih dahulu untuk mencapai suatu tujuan, maka ia menjadi. Menjadi di sini berarti kemungkinan untuk berwujud. Artinya, semua potensi yang ada akan menampak nyata (aktual). Jiwa itulah potensi yang ada dalam tubuh sehingga mengaktualisasi dalam bentuk tingkah-laku. Sebelum tingkah laku itu terwujud, ia masih merupakan kemungkinan (potensial) dan setelah terbentuk atau terjadi maka ia disebut Hule. Setiap kejadian (hule) pasti ada yang menjadikan (Murphe) dengan demikian, dalam diri manusia terdapat unsur Hule-Morpheisme.
Rene Descartes (dalam Anto, 2012) berpendapat bahwa jiwa merupakan Zat Rohaniah, dan tubuh adalah Zat Jasmaniah. Dari zat rohaniah inilah munculnya tingkah laku manusia yang disebut tingkah laku rasional. Sedangkan dari zat jasmaniah itu muncul tingkah laku mekanis. Antara dua zat kejiwaan dan zat ketubuhan itu berada dalam perbedaan yang terpisah, tetapi keduanya dihubungkan dengan adanya kelenjar Pinealis, sehingga rangsang-rangsang ketubuhan dapat diteruskan melalui kelenjar ini ke aspek kejiwaan dan sebaliknya. Selanjutnya dia menyatakan bahwa jiwa manusia berpokok pada kesadaran atau akal pikirannya, sedangkan tubuhnya tunduk kepada hukum-hukum alamiah dan terikat kepada nafsu-nafsunya. Paham ini dikenal dengan Dualisme.
B.2. Psikologi
B.2.1 Psikologi Konseling
Konseling (counseling) biasanya kita kenal dengan istilah penyuluhan, yang secara awam dimaknakan sebagai pemberian penerangan, informasi, atau nasihat kepada pihak lain. Konseling sebagai cabang ilmu dan praktik pemberian bantuan kepada individu pada dasarnya memiliki pengertian yang spesifik sejalan dengan konsep yang dikembangakn dalam lingkup profesinya.
Diantara berbagai disiplin ilmu, yang memiliki kedekatan hubungan dengan konseling adalah psikologi, bahkan secara khusus dapat dikatakan bahwa konseling merupakan aplikasi dari psikologi, terutama jika dilihat dari tujuan, teori yang digunakan, dan proses penyelenggaraannya. Oleh karena itu telaah mengenai konseling dapat disebut dengan psikologi konseling (counseling psychology).
Dalam buku Psikologi Konseling oleh Latipun pada tahun 2006, kata konseling (counseling) berasal dari kata counsel yang diambil dari bahasa latin yaitu counselium, artinya ”bersama” atau ”bicara bersama”. Pengertian ”berbicara bersama-sama” dalam hal ini adalah pembicaraan antara konselor (counselor) dengan seseorang atau beberapa klien (Counselee). Dengan demikian counselium berarti, ”people coming together to again an understanding of problem that beset them were evident”, yang ditulis oleh Baruth dan Robinson (1987:2) dalam bukunya An Introduction to The Counseling Profession.
Carl Rogers, seorang psikolog humanistik terkemuka, berpandangan bahwa konseling merupakan hubungan terapi dengan klien yang bertujuan untuk melakukan perubahan self (diri) pada pihak klien. Pada intinya Rogers dengan tegas menekankan pada perubahan system self klien sebagai tujuan koseling akibat dari struktur hubungan konselor dengan kliennya.
Ahli lain, Cormier (1979) lebih memberikan penekanan pada fungsi pihak-pihak yang terlibat. Mereka menegaskan konselor adalah tenaga terlatih yang berkemauan untuk membantu klien. Pietrofesa (1978) dalam bukunya The Authentic Counselor, sekalipun tidak berbeda dengan rumusan sebelumnya, mengemukakan dengan singkat bahwa konseling adalah proses yang melibatkan seorang profesional berusaha membantu orang lain dalam mencapai pemahaman dirinya, membuat keputusan dan pemecahan masalah.
Meskipun bukan bermaksud merangkum berbagai pengertian yang dikemukakan oleh banyak ahli, Stefflre dan Grant menyusun pengertian yang cukup lengkap mengenai konseling ini. Menurut Stefflre dan Grant, terdapat empat hal yang mereka tekankan, yaitu:
1.      Konseling Sebagai Proses
Konseling sebagai proses berarti konseling tidak dapat dilakukan sesaat. Butuh proses yang merupakan waktu untuk membantu klien dalam memecahkan masalah mereka, dan bukan terjadi hanya dalam satu pertemuan. Permasalahan klien yang kompleks dan cukup berat, konseling dapat dilakukan beberapa kali dalam pertemuan secara berkelanjutan.
2.      Koseling Sebagai Hubungan Spesifik
Hubungan antara konselor dan klien merupakan unsur penting dalam konseling. Hubungan koseling harus dibangun secara spesifik  dan berbeda dengan hubungan sosial lainnya. Karena konseling membutuhkan hubungan yang diantaranya perlu adanya keterbukaan, pemahaman, penghargaan secara positif tanpa syarat, dan empati.
3.      Konseling adalah Membantu Klien
Hubungan konseling bersifat membantu (helping). Membantu tetap memberikan kepercayaan pada klien dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan mereka. Hubungan konseling tidak bermaksud mengalihkan pekerjaan klien pada konselor, tetapi memotivasi klien untuk lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan mengatasi masalahnya.
4.      Konseling untuk Mencapai Tujuan Hidup
Konseling diselenggarakan untuk mencapai pemahaman dan penerimaan diri, proses belajar dari perilaku adaptif, dan belajar melakukan pemahaman yang lebih luas tentang dirinya yang tidak hanya membuat ”know about” tetapi juga ”how to” sejalan dengan kualitas dan kapasitasnya. Tujuan akhir konseling pada dasarnya adalah sejalan dengan tujuan hidupnya yang oleh Maslow (1968) disebut aktualisasi diri.

Kesimpulan

Dari beberapa pendapat yang telah menjelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa konsultasi kejiwaan merupakan suatu proses dimana adanya percakapan dan pertukaran informasi adanya saling mempercayai dan komunikasi yang terbuka, bekerja sama dalam mengidentifikasikan masalah, menyatukan sumber-sumber pribadi untuk mengenal dan memilih strategi yang kemungkinan dapat memecahkan masalah yang telah diidentifikasi berkaitan dengan jiwa dimana hal ini mempengaruhi tingkah laku dan aktivitas seseorang dalam berhubungan sosial. Kejiwaan salah satunya dipelajari dalam ilmu psikologi. Ilmu psikologi mempunyai penerapan konsultasi kejiwaan, salah satunya dalam psikologi konseling, dimana teori dan penerapannya berkaitan dengan jiwa dan perilaku manusia, menurut Stefflre dan Grant dalam berkonseling ada empat hal yang harus ditekankan antara lain : konseling sebagai proses artinya bahwa suatu konseling tidak dapat dilakukan hanya sesaat, kemudian konseling sebagai hubungan spesifik artinya  konseling membutuhkan hubungan yang diantaranya perlu adanya keterbukaan, pemahaman, penghargaan secara positif tanpa syarat, dan empati, lalu konseling adalah membantu klien artinya Membantu tetap memberikan kepercayaan pada klien dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan mereka serta memotivasi klien untuk lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, dan yang terakhir konseling untuk mencapai tujuan hidup artinya Konseling diselenggarakan untuk mencapai pemahaman dan penerimaan diri, proses belajar dari perilaku adaptif, dan belajar melakukan pemahaman yang lebih luas tentang dirinya.  Oleh karena itu konsultan kejiwaan perlu mempunyai keahlian tidak hanya dalam medis namun juga paham dengan teori dan metode-metode serta penerapannya berkaitan dengan psikologi.


Sumber :

Citerawati, Y.W. 2012. Penyuluhan dan Konsultasi. adingpintar.files.wordpress.com/2012/.../
penyuluhan-dan-konsultasi. Akses 1 Januari 2013


NN. 2009. Psikologi Konseling. http://www.psikologizone.com/psikologi-konseling/06511432 . Akses 1 Januari 2013