KONSULTASI KEJIWAAN
A.
Konsultasi
A.1.
Definisi Konsultasi
Salah satu definisi konsultasi seperti yang
dikemukakan oleh Zins (dalam Citerwati, 2012) bahwa konsultasi ialah suatu
proses yang biasanya didasarkan pada karakteristik hubungan yang sama yang
ditandai dengan saling mempercayai dan komunikasi yang terbuka, bekerja sama
dalam mengidentifikasikan masalah, menyatukan sumber-sumber pribadi untuk
mengenal dan memilih strategi yang mempunyai kemungkinan dapat memecahkan
masalah yang telah diidentifikasi, dan pembagian tanggung jawab dalam pelaksanaan
dan evaluasi program atau strategi yang telah direncanakan Konsultasi menurut wiktionary adalah sebuah pertemuan
atau konferensi untuk saling bertukar informasi dan saran. Konsultasi
didefinisikan oleh Commission (dalam Citerawati, 2012) sebagai sebuah proses
dialog yang mengarah kepada sebuah keputusan.
A.2. Ada tiga aspek
dalam konsultasi :
Konsultasi
adalah sebuah dialog, di dalamnya ada aktifitas berbagi dan bertukar informasi
dalam rangka untuk memastikan pihak yang berkonsultasi agar mengetahui lebih
dalam tentang suatu tema. Oleh karenanya konsultasi adalah sesuatu yang
edukatif dan inklusif.
Konsultasi
adalah sebuah proses. Konsultasi adalah sebuah proses yang interaktif dan
berjalan.
Konsultasi
adalah tentang aksi dan hasil. Konsultasi harus dapat memastikan bahwa pandangan
yang dikonsultasikan mengarahkan kepada sebuah pengambilan keputusan. Oleh
karenanya konsultasi adalah tentang aksi dan berorientasi kepada hasil.
A.3. Tindakan atau proses konsultasi.
a. Sebuah
konferensi di mana saran yang diberikan atau pandangan dipertukarkan.
b. Sebuah
pertemuan antara ahli konsultasi untuk mendiskusikan diagnosis atau pengobatan
kasus.
A.3. Keterampilan Mendengarkan dan Mempelajari
Ada beberapa hal yang termasuk dalam keterampilan mendengarkan dan mempelajari
yaitu :
1. Komunikasi nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang
menggunakan gerakan tubuh tanpa perlu kata-kata, meliputi : usahakan kepala
sama tinggi, memberi perhatian, menyingkirkan penghalang, menyediakan waktu dan
memberi sentuhan secara wajar.
2. Mengajukan pertanyaan terbuka
Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang membutuhkan
jawaban penjelasan. Pertanyaan terbuka akan lebih bermanfaat karena konselor
akan mendapatkan informasi lebih banyak dan mengurangi konselor mendominasi
pembicaraan. Pertanyaan terbuka biasanya dimulai dengan pertanyaaan Apa,
Mengapa, Siapa, Kapan dan Bagaimana.
3. Menggunakan respon dan gerakan tubuh yang
menunjukkan perhatian
Berikan tanggapan yang menunjukkan perhatian dan
ketertarikan terhadap atas jawaban klien dalam bentuk bahasa isyarat seperti
mengangguk dan kata-kata penghargaan seperti wah, nnn,mmmm,ooooo... begitu,
eeeeh.
4. Mengatakan kembali apa yang klien katakan
Akan lebih bermanfaat mengulangi atau mengatakan
kembali apa yang klien katakan. Ini menunjukkan bahwa kita mengerti dan akan
lebih besar kemungkinannya klien bicara lebih banyak lagi. Paling baik adalah mengucapkannya
dengan cara yang agak berbeda sehingga tidak terdengar seolah kita sedang
“membeo”.
5. Berempati menunjukkan konselor memahami perasaan
klien
Bila klien mengatakan sesuatu yang menunjukkan
perasaan, akan berguna sekali jika direspon dengan cara yang menunjukkan bahwa
kita mendengarkan apa yang klien ungkapkan, dan bahwa kita memahami perasaannya dari sudut pandangnya.Empati
beda dengan simpati.Jika bersimpati, kita mengasihani seseorang dan melihat klien dari sudut pandang
kita.
6. Hindari kata-kata yang menghakimi
Kata-kata yang menghakimi adalah kata-kata seperti :
benar, salah, baik, buruk, bagus, cukup, tepat. Kadang kita perlu menggunakan
kata-kata yang menghakimi (terutama untuk kata-kata yang positif) yaitu ketika
kita sedang membangun percaya diri klien. Tapi berlatihlah untuk menghindari kata-kata
yang menghakimi kecuali ada alasan yang sangat penting untuk menggunakanya.
Biasanya pertanyaan yang menghakimi seringkali berupa pertanyaan tertutup. Maka
akan lebih menolong apabila kita menggunakan pertanyaan terbuka.
A.4. Keterampilan membangun percaya diri dan memberi
dukungan
Membangun percaya diri klien akan membantunya untuk membuat keputusan
sendiri tentang perubahan diet yang harus dilakukannya sekaligus melaksanakan
keputusan tersebut. Dengan memberikan dukungan akan meningkatkan percaya diri
klien terhadap apa yang telah dia lakukan dan akan membantunya untuk
melaksanakan diet. Bila klien sudah percaya diri dengan keputusannya maka tidak
akan terpengaruh oleh pendapat orang lain.
Beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk membangun percaya diri klien adalah :
a. Terima apa
yang dipikirkan dan dirasakan oleh klien
b. Mengenali dan
memuji apa yang klien kerjakan dengan benar.
c. Memberi
bantuan praktis
d. Memberi
sedikit informasi yang relevan
e. Menggunakan
bahasa yang sederhana
f. Memberikan
dua atau tiga saran, bukan perintah
g. Menilai
pemahaman
h. Rencana
tindak lanjut
A.5. Ciri-ciri Konselor yang Baik
Ramah
Berusaha mengenali kebutuhan klien
Empati dan
memberikan rasa nyaman
Mendorong klien
untuk memilih cara pemecahan yang terbaik dalam situasi
tertentu
Memberi perhatian
secara khusus
Menjaga rahasia
dan kepercayaan klien
A.6. Hal yang
Boleh Dalam Konseling
a. Memberi saran
alternatif pemecahan masalah
b. Meminta
penjelasan
c. Menjelaskan
dengan bahasa yang mudah
d. Merumuskan
pembicaraan
e. Menjaga kerahasiaan
A.7. Hal yang
Tidak Boleh Dalam Konseling
a. Membuat
keputusan
b. Menilai,
menegur, mencemooh, memarahi, menertawakan, memojokkan,
melecehkan
c. Menggunakan
kata/istilah yg tdk dimengerti
d. Tdk punya
waktu dan tergesa-gesa
e. Mengungkapkan
rahasia pribadi
f. Membicarakan
dengan pihak lain
g. Memaksa pendapat sendiri
B.
Kejiwaan
B.1.
Definisi Kejiwaan
Jiwa
dalam bahasa
Arab disebut Nafs, dan dalam bahasa
Yunani disebut Psyche yang
diterjemahkan dengan jiwa atau Soul dalam bahasa Inggris (Anto, 2012). Plato (dalam
Anto,2012) berpendapat bahwa jiwa itu adalah sesuatu yang immaterial, abstrak
dan sudah ada lebih dahulu di alam praserisoris. Kemudian is bersarang di tubuh
manusia dan mengambil lokasi di kepala (logition, pikiran), di dada
(thumeticon, kehendak) dan di perut (abdomen, perasaan). Pendapat ini kemudian
dikenal dengan istilah Trichotomi. Menurut Plato, ketiga unsur inilah yang
mendasari seluruh aktivitas manusia. Dengan kata lain, seluruh kegiatan hidup
kejiwaan manusia mempunyai dasar yang kuat pada ketiga unsur tersebut. Sejajar
dengan trichotominya, Plato mengatakan bahwa manusia akan memiliki sifat
Bijaksana (jika pikiran menguasai dirinya) dan Ksatria atau Berani (jika
kehendak menguasai dirinya) serta Kesederhanaan (jika perasaannya tunduk pada
akalnya). Maka apabila ketiga sifat itu menguasai manusia,berarti ia telah
memiliki kesadaran sebagai manusia. Sadar artinya mengerti secara aktif. Dengan
kesadaran inilah, manusia selalu cenderung untuk menentukan sendiri
bentuk-bentuk aktivitas hidupnya dan tingkah-laku yang diwujudkannya, maupun
finalita dalam kehidupannya.
Aristoteles (dalam
Anto, 2012) berpendapat lain dari gurunya. Menurut dia jiwa itu adalah daya
hidup bagi makhluk hidup. Jadi, di mana ada hidup di situlah ada jiwa. Daya
kehendak dan mengenal merupakan dua fungsi jiwa manusia. Kemudian pendapatnya
ini dikenal dengan istilah dichotomi. Selanjutnya dia menjelaskan, bahwa jiwa
sebagai sesuatu yang abstrak (dunia idea) halus menempati atau berada dalam
tubuh (dunia materi) menjadi daya hidup yang nyata, (realita). Karena realisasi
dari jiwa ini memang merupakan tujuan untuk membentuk sesuatu (tingkah laku)
menurut hakikatnya yang sudah ditentukan terlebih dahulu untuk mencapai suatu
tujuan, maka ia menjadi. Menjadi di sini berarti kemungkinan untuk berwujud.
Artinya, semua potensi yang ada akan menampak nyata (aktual). Jiwa itulah
potensi yang ada dalam tubuh sehingga mengaktualisasi dalam bentuk
tingkah-laku. Sebelum tingkah laku itu terwujud, ia masih merupakan kemungkinan
(potensial) dan setelah terbentuk atau terjadi maka ia disebut Hule. Setiap
kejadian (hule) pasti ada yang menjadikan (Murphe) dengan demikian, dalam diri
manusia terdapat unsur Hule-Morpheisme.
Rene Descartes (dalam Anto, 2012) berpendapat bahwa jiwa merupakan Zat Rohaniah, dan tubuh adalah Zat Jasmaniah. Dari zat rohaniah inilah munculnya tingkah laku manusia yang disebut tingkah laku rasional. Sedangkan dari zat jasmaniah itu muncul tingkah laku mekanis. Antara dua zat kejiwaan dan zat ketubuhan itu berada dalam perbedaan yang terpisah, tetapi keduanya dihubungkan dengan adanya kelenjar Pinealis, sehingga rangsang-rangsang ketubuhan dapat diteruskan melalui kelenjar ini ke aspek kejiwaan dan sebaliknya. Selanjutnya dia menyatakan bahwa jiwa manusia berpokok pada kesadaran atau akal pikirannya, sedangkan tubuhnya tunduk kepada hukum-hukum alamiah dan terikat kepada nafsu-nafsunya. Paham ini dikenal dengan Dualisme.
Rene Descartes (dalam Anto, 2012) berpendapat bahwa jiwa merupakan Zat Rohaniah, dan tubuh adalah Zat Jasmaniah. Dari zat rohaniah inilah munculnya tingkah laku manusia yang disebut tingkah laku rasional. Sedangkan dari zat jasmaniah itu muncul tingkah laku mekanis. Antara dua zat kejiwaan dan zat ketubuhan itu berada dalam perbedaan yang terpisah, tetapi keduanya dihubungkan dengan adanya kelenjar Pinealis, sehingga rangsang-rangsang ketubuhan dapat diteruskan melalui kelenjar ini ke aspek kejiwaan dan sebaliknya. Selanjutnya dia menyatakan bahwa jiwa manusia berpokok pada kesadaran atau akal pikirannya, sedangkan tubuhnya tunduk kepada hukum-hukum alamiah dan terikat kepada nafsu-nafsunya. Paham ini dikenal dengan Dualisme.
B.2. Psikologi
B.2.1 Psikologi Konseling
Konseling (counseling) biasanya kita kenal dengan
istilah penyuluhan, yang secara awam dimaknakan sebagai pemberian penerangan,
informasi, atau nasihat kepada pihak lain. Konseling sebagai cabang ilmu dan
praktik pemberian bantuan kepada individu pada dasarnya memiliki pengertian
yang spesifik sejalan dengan konsep yang dikembangakn dalam lingkup profesinya.
Diantara berbagai disiplin ilmu, yang memiliki kedekatan
hubungan dengan konseling adalah psikologi, bahkan secara khusus dapat
dikatakan bahwa konseling merupakan aplikasi dari psikologi, terutama jika
dilihat dari tujuan, teori yang digunakan, dan proses penyelenggaraannya. Oleh
karena itu telaah mengenai konseling dapat disebut dengan psikologi konseling (counseling
psychology).
Dalam buku Psikologi Konseling oleh Latipun pada tahun 2006,
kata konseling (counseling) berasal dari kata counsel yang diambil
dari bahasa latin yaitu counselium, artinya ”bersama” atau ”bicara
bersama”. Pengertian ”berbicara bersama-sama” dalam hal ini adalah pembicaraan
antara konselor (counselor) dengan seseorang atau beberapa klien (Counselee).
Dengan demikian counselium berarti, ”people coming together to again an
understanding of problem that beset them were evident”, yang ditulis oleh
Baruth dan Robinson (1987:2) dalam bukunya An Introduction to The
Counseling Profession.
Carl
Rogers, seorang psikolog humanistik terkemuka, berpandangan bahwa konseling
merupakan hubungan terapi dengan klien yang bertujuan untuk melakukan perubahan
self (diri) pada pihak klien. Pada intinya Rogers dengan tegas
menekankan pada perubahan system self klien sebagai tujuan koseling
akibat dari struktur hubungan konselor dengan kliennya.
Ahli lain, Cormier (1979) lebih memberikan penekanan pada
fungsi pihak-pihak yang terlibat. Mereka menegaskan konselor adalah tenaga
terlatih yang berkemauan untuk membantu klien. Pietrofesa (1978) dalam bukunya The
Authentic Counselor, sekalipun tidak berbeda dengan rumusan sebelumnya,
mengemukakan dengan singkat bahwa konseling adalah proses yang melibatkan
seorang profesional berusaha membantu orang lain dalam mencapai pemahaman
dirinya, membuat keputusan dan pemecahan masalah.
Meskipun
bukan bermaksud merangkum berbagai pengertian yang dikemukakan oleh banyak
ahli, Stefflre dan Grant menyusun pengertian yang cukup lengkap mengenai
konseling ini. Menurut Stefflre dan Grant, terdapat empat hal yang mereka
tekankan, yaitu:
1.
Konseling Sebagai Proses
Konseling sebagai
proses berarti konseling tidak dapat dilakukan sesaat. Butuh proses yang
merupakan waktu untuk membantu klien dalam memecahkan masalah mereka, dan bukan
terjadi hanya dalam satu pertemuan. Permasalahan klien yang kompleks dan cukup
berat, konseling dapat dilakukan beberapa kali dalam pertemuan secara
berkelanjutan.
2.
Koseling Sebagai Hubungan Spesifik
Hubungan antara
konselor dan klien merupakan unsur penting dalam konseling. Hubungan koseling
harus dibangun secara spesifik dan berbeda dengan hubungan sosial
lainnya. Karena konseling membutuhkan hubungan yang diantaranya perlu adanya
keterbukaan, pemahaman, penghargaan secara positif tanpa syarat, dan empati.
3.
Konseling adalah Membantu Klien
Hubungan konseling
bersifat membantu (helping). Membantu tetap memberikan kepercayaan
pada klien dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan mereka. Hubungan konseling
tidak bermaksud mengalihkan pekerjaan klien pada konselor, tetapi memotivasi
klien untuk lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan mengatasi
masalahnya.
4.
Konseling untuk Mencapai Tujuan Hidup
Konseling
diselenggarakan untuk mencapai pemahaman dan penerimaan diri, proses belajar
dari perilaku adaptif, dan belajar melakukan pemahaman yang lebih luas tentang
dirinya yang tidak hanya membuat ”know about” tetapi juga ”how to”
sejalan dengan kualitas dan kapasitasnya. Tujuan akhir konseling pada dasarnya
adalah sejalan dengan tujuan hidupnya yang oleh Maslow (1968) disebut
aktualisasi diri.
Kesimpulan
Dari beberapa pendapat yang telah menjelaskan, maka
dapat disimpulkan bahwa konsultasi kejiwaan merupakan suatu proses dimana
adanya percakapan dan pertukaran informasi adanya saling mempercayai dan
komunikasi yang terbuka, bekerja sama dalam mengidentifikasikan masalah,
menyatukan sumber-sumber pribadi untuk mengenal dan memilih strategi yang
kemungkinan dapat memecahkan masalah yang telah diidentifikasi berkaitan dengan
jiwa
dimana hal ini mempengaruhi tingkah laku dan aktivitas seseorang dalam
berhubungan sosial. Kejiwaan salah satunya dipelajari dalam ilmu psikologi.
Ilmu psikologi mempunyai penerapan konsultasi kejiwaan, salah satunya dalam
psikologi konseling, dimana teori dan penerapannya berkaitan dengan jiwa dan
perilaku manusia, menurut Stefflre dan Grant dalam berkonseling ada empat hal
yang harus ditekankan antara lain : konseling sebagai proses artinya bahwa
suatu konseling tidak dapat dilakukan hanya sesaat, kemudian konseling sebagai
hubungan spesifik artinya konseling
membutuhkan hubungan yang diantaranya perlu adanya keterbukaan, pemahaman,
penghargaan secara positif tanpa syarat, dan empati, lalu konseling adalah
membantu klien artinya Membantu tetap memberikan kepercayaan pada klien dalam
menghadapi dan mengatasi permasalahan mereka serta memotivasi klien untuk lebih
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, dan yang terakhir konseling untuk
mencapai tujuan hidup artinya Konseling diselenggarakan untuk mencapai
pemahaman dan penerimaan diri, proses belajar dari perilaku adaptif, dan
belajar melakukan pemahaman yang lebih luas tentang dirinya. Oleh karena itu konsultan kejiwaan perlu
mempunyai keahlian tidak hanya dalam medis namun juga paham dengan teori dan
metode-metode serta penerapannya berkaitan dengan psikologi.
Sumber :
Anto, R. 2012. Pengertian Jiwa dan Roh. http://nurisfm.blogspot.com/2012/03/pengertian-jiwa-dan-roh.html.
akses 30 desember 2012
Citerawati, Y.W. 2012. Penyuluhan
dan Konsultasi. adingpintar.files.wordpress.com/2012/.../
penyuluhan-dan-konsultasi.
Akses 1 Januari 2013
Edward.
2011. Ilmu Jiwa. http://sibueagenk.multiply.com/journal/item/11.
Akses 30 Desember 2012
NN. 2009. Psikologi Konseling. http://www.psikologizone.com/psikologi-konseling/06511432
. Akses 1 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar