Fugue
berasal dari bahasa Latin fugere yang
berarti “melarikan diri”. Kata fugitive (pelarian/buronan)
memiliki kata yang sama. Fugue sama seperti amnesia “dalam pelarian”. Adanya memori
yang menghilang disertai pula dengan gejala meninggalkan rumah dan membentuk
identitas baru (Davison & Neale, 2001). Seseorang yang mengalami hal ini
dapat terkesan “normal” dan tidak menunjukkan tanda-tanda lain dari gangguan
mental (Maldonado dkk, 1998). Orang tersebut mungkin tidak memikirkan masa lalu
atau mungkin melaporkan masa lalu yang penuh dengan memori yang salah tanpa
menyadari bahwa memori itu salah. Bila orang dengan amnesia tampak
berjalan-jalan tanpa tujuan, orang dalam tahap fugue bertindak lebih bertujuan.
Pola yang jarang terjadi adalah bila tahap fugue berlangsung selama beberapa
bulan atau tahun serta mencakup perjalanan ke tempat yang jauh dan asumsi akan
identitas yang baru. Individu-individu dapat mengasumsikan sebuah identitas
yang lebih spontan dan lebih mudah bersosialisasi daripada dirinya yang dulu. Mereka
dapat membangun keluarga baru dan bisnis yang sukses. Tahap fugue tidak
dianggap sebagai psikotik karena orang yang memiliki gangguan ini dapat
berpikir dan berperilaku cukup normal di kehidupan yang baru.
Fugue
jarang terjadi dan diyakini hanya mempengaruhi 2 dari 1000 orang dalam populasi
umum (APA, 2000). Gangguan ini paling banyak muncul dalam masa perang
(Loewenstein, 1991) atau terbangkitkan karena adanya bencana maupun peristiwa
lain yang sangat menekan. Hal ini yang utama disini adalah disosiasi dalam
tahap fugue melindungi seseorang dari ingatan traumatis atau sumber pengalaman
maupun konflik lain yang menyakitkan secara emosi (Maldonado dkk, 1998).
Penyebab
dari gangguan ini adalah masalah psikologis. Faktor yang mendorong munculnya
gangguan ini adalah keinginan yang sangat kuat untuk lari atau melepaskan diri
dari pengalamn yang secara emosional menyakitkan individu. Individu memngalami
gangguan mood atau gangguan kepribadian tertentu (misalnya bordeline,
histrionik, dan skizoid) memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami
fugue disosiatif. Selain itu adanya riwayat kecelakaan kepala (head trauma)
juga memungkinkan individu mengalami fugue.
Penanganan
fugue relatif lebih mudah karena gangguan ini biasanya secara jelas berkaitan
dengan tekanan kehidupan yang dialami individu pada saat tersebut. Agar episode
ini tidak terulang lagi terapi biasanya diarahkan pada penyelesaian masalah
yang saat itu sedang dialami ataupun meningkatkan kemampuan individu dalam
melakukan berbagai mekanisme coping.
Sumber :
Greene, B., Nevid, JS.,
Rathus. 2005. Psikologi Abnormal.
Jakarta : Penerbit Erlangga
Fausiah,
F., Widury, J. 2008. Psikologi Abnormal. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar