Jumat, 04 Mei 2012

Persepsi : Dari dalam melihat keluar




Dunia persepsi (perceptual world)
Persepsi (perception) dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartika sesuatu.
Sebagaian besar dari kita menyadari bahwa dunia sebagaimana kita lihat tidak selalu sama dengan dunia dalam “kenyataannya”. Jawaban kita tergantung pada apa yang kita dengar, bukan pada apa yang sesungguhnya telah dikatakan..
           
Pengaruh kebutuhan kita terhadap persepsi kita
Gambar yang ambigu tersebut adalah bukti lain dari suatu pengamatan yang lumrah, misalnya bahwa orang melihat segala sesuatu secara berbeda dengan orang lainnya., bahwa dunia tergantung pada bagaimana kita melihatnya   
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adala penting karena pokok persoalan yang utama dari “hubungan antar manusia (human-relations)” adalah untuk memperhatikan cara-cara yang dipakai oleh individu agar dapat mempengaruhi perilaku individu lainnya. Jika benar bahwa orang berperilaku berdasarkan persepsinya terhadap dunia, maka mengubah perilaku ke arah suatu tujuan yang tealah ditentukan dapat dipermudah dengan jalan memahami persepsi pada saat ini dari individu itu terhadap dunia. Karena jika ada sesuatu kesalahan dalam hubungan antar manusia yang bersifat umum yang dibuat oleh para atasan organisasi dalam hubungan mereka dengan para bawahan. Kesalahan itu terletak dalam mengasumsikan bahwa dunia yang “sebenarnya” adalah semua yang menganggap bahwa setiap orang bekerja untuk tujuan yang sama dengan orang lain, bahwa fakta-fakta berbicara dengan sendirinya.
            Tetapi jika orang-orang memang bertindak atas dasar persepsi mereka, maka persepsi seseorang akan berbeda dengan orang lainnya. Misalnya, bagaimana sang manajer ingin mengetahui apa yang dapat di harapkannya? Apakah yang akan menentukan cara orang-orang tertentu memandang hal-hal tertentu?
            Persepsi orang ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan mereka, misalnya : ketika para karyawan perusahaan diminta untuk menerangkan tentang teman-teman sekerja mereka, mereka lebih banyak berbicara tentang para atasan mereka (orang-orang yang lebih penting bagi kebutuhan-kebutuhan mereka) ketimbang tentang teman setingkat mereka atau bawahan mereka, dan sebagainya.
            Tetapi masalahnya lebih rumit daripada itu. Orang mungkin melihat apa yang penting bagi kebutuhan-kebutuhan mereka, tetapi apakah ini berarti bahwa orang ingin melihat apa yang mereka lihat, ataukah mereka melihat apa yang tidak ingin dilihatnya? Harapan-harapan dan sekaligus ketakutan-ketakutan adalah penting bagi kebutuhan-kebutuhan seseorang. Jawabannya ialah bahwa kita melihat keduanya, tetapi sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu. Kita membesar-besarkan suatu pujian dari atasan yang kedudukannya jauh lebih tinggi diatas kita di dalam organisasi, tetapi kita juga membesar-besarkan suatu kata celaan. Kadang-kadang kita justru tidak menaruh perhatian sama sekali terhadap segala sesuatu yang sangat menyangkut diri kita.

Persepsi yang selektif
            Kemudian, apakah peranan dari persepsi yang selektif? Jawaban: jika seseoarng memeriksa kembali ingatan-ingatannya tentang masa lampau, ia mungkin menemuklan bahwa ingatannya tentang hal-hal yang positif dan yang memuaskan adalah lebih baik daripada tentang hal-hal yang negative serta yang tidak memuaskan misalnya: pimpinan ini berpendapat bahwa para anak buahnya yang lebih muda seharusnya lebih efektif jika mereka dapat membereskan dengan cepat keputusan-keputusan kecil yang tidak mengenakkan ini seperti halnya yang telah mereka lakukan terhadap keputusan-keputusan yang besar.
Ada dua kaidah kita tentang persepsi yang selektif adalah:
(1) melihat kepada hal-hal yang member harapan yang membantu memuaskan kebutuhan.
(2) mengabaikan hal-hal yang agak mengganggu.
            Misalnya, walaupun seseorang berhasil mengabaikan bisik-bisik yang samar-samar, tetapi seseorang di belakang tiba-tiba berteriak, atau walaupun seseoarng berhasil mengabaikan bom-H, sebuah bom-H jatuh di kota London. Pada saat-saat seperti ini, tatkala kecemasan menjadi kuat dan berbahaya, orang akan berhenti menahan diri dan mulai menyerang. Mereka yang tadinya mengabaikan gangguan tersebut sekarang mulai mengarahkan semua perhatian terhadapnya. Pembalikan ini nampaknya terjadi dengan tiba-tiba, pada suatu titik tertentu. Gangguan yang tadinya jauh, sekarang semakin mendekat sampai pada suatu batas di mana ia menjadi sangat nyata, sangat berbahaya, dan sangat mengancam sehingga kita berbalik, membuka mata lebar-lebar, dan memusatkan perhatian kita sepenuhnya kepada hal yang sebelumnya telah kita abaikan.
            Kaidah ketiga adalah: Menaruh perhatian kepada hal-hal yang betul-betul berbahaya. Gambarannya keseluruhannya sekarang mulai nampak seperti ini : Orang melihat kepada hal-hal yang mereka anggap akan membantu memuaskan kebutuhan-kebutuahn; mengabaikan hal-hal yang menganggu; dan kemudian melihat kepada gangguan-gangguan yang berlangsung lama dan yang meningkat.
            Dalam bab yang terdahulu kita telah menyatakan bahwa seseorang yang telah menjumpai suatu dunia yang secara relatif siap menolongnya mungkin sekali memandang lingkungannya sebagai sesuatu yang secara potensial siap menolongnya. Namun demukian, jika dunia sebagian besar tealah membuatnya mengalami frustrasi, maka akan lebih banyak hal-hal yang di dalamnya terutama hal-hal yang baru, akan di lihat sebagai hal-hal yang kemungkinan besar berbahaya. Karena berbahaya, maka harus dihindarkan. Tetapi, hal ini tampaknya bertentangan dengan asas, walaupun sebetulnya tidak, yaitu bahwa untuk dapat di hindari, maka hal yang berbahaya itu harus dihindari terlenih dahulu. Maka untuk melindungi dirinya dari hal-hal yang lebih tidak aman, orang yang merasa tidak aman iti harus melihat terlebih dahulu hal yang akan membangkitkan rasa ketidakamanan dan kemudian berusaha untuk mengingkari terhadap dirinya sendiri bahwa ia telah melihatnya.

Proyeksi dunia yang dilihat
            Masalah utama dalam bab ini, yakni bahwa dunia sebagaimana dilihat merupakan dunia yang penting bila ditinjau dari segi perilaku, mendasari perkembangan dari tes proyeksi (proyective test). Mula-mula tes proyeksi dirancang untuk mendiagnosa penyimpangan-penyimpangan dalam kepribadian, tetapi tes proyeksi juga dipakai secara luas dalam industry. Ide yang sama juga mendasari apa yang disebut oleh para peneliti pemasaran sebagai “penelitian motivasi” terhadap sikap pembeli, teknik-teknik untuk menemukan pandangan pribadi orang tentang “fakta-fakta” periklanan serta rancangan produksi.

Persepsi dan manajemen
            Untuk tujuan manajemen, dunia perceptual jelas sangat penting. Apabila perhatian seseorang sebagai seorang penyelia (supervisor) atau konselor atau anggota komisi adalah mencoba mengadakan beberapa perubahan dalam perilaku orang lain, dan jika perilaku saat ini sebagian besar ditentukan oleh persepsi mereka terhadap lingkungan, maka adalah sangat penting bagi seseorang untuk berusaha memahami keadaan-keadaan yang mungkin mempengaruhi perubahan perilaku mereka.
            Misalnya, para manajer mengasumsikan hampir secara universal bahwa para bawahan menghendaki kenaikan pangkat. Namun demikian, lebih dari seorang bawahan dihalau kea rah kepanikan dan keputusan, karena ia secara psikologis merasa dipaksa untuk menerima suatu kenaikan pangkat yang tak seorangpun (kadang-kadang bahkan dirinya sendiri) mempedulikan untuk mengetahui bahwa ia sebetulnya tidak menginginkannya.
            Seringkali asumsi-asumsi tentang persepsi orang lain adalah salah karena asumsi-asumsi itu tidak lengkap. Seseorang mungkin dapat mengasumsikan dengan betul bahwa para karyawan menginginkan lebih banyak uang, tetapi ia mungkin gagal untuk memahami bahwa lebih banyak uang adalah tepat selama masih berada di dalam suatu kerangka kebebasan tertentu. Ini adalah masalah bapakisme (paternalisme). Kadang-kadang masalahnya hanyalah kekurangan pekaan terhadap orang-orang lain.
Ada sebuah contoh lagi. Para manajer penjualan sering mengeluh tentang kesukaran-kesukaran yang mereka jumpai dalam menyuruh para wiraniaga (salesman) melakukan kunjungan-kunjungan yang “dingin”. Para wiraniaga mengatakan bahwa mereka terlau sibuk, tau ada prospek yang lebih bagus, atau harus mengejar ketinggalan dalam hal membuat beberapa laporan. Apakah mereka malas? Ataukah hanya sekedar mempertahankan diri – mungkin secara tidak sadar-terhadap suatu ancaman yang mereka lihat? Jika hal itu suatu proses pertahanan, ada dua cara yang umum dimana para manajer dapat mencoba untuk menggoncangkan para wiraniaga sehingga goyah. Ia dapat mengajar mereka untuk merasa enak dalam melakukan kunjungan-kunjungan dingin, atau ia dapat mengubah ancaman yang ringan menjadi ancaman yang berat sehingga tugas itu tak dapat diabaikan lagi. Tetapi bila ia memilih cara yang kedua maka ia lebih baik memikirkan tentang adanya akibat sampingan.



Melihat Diri Seseorang
Sampai saat ini kita telah membicarakan tentang persepsi terhadap benda benda dan orang lain. Tetapi salah seorang dari orang orang yang kita lihat adalah dirinya sendiri, sebagai mananya, dan juga sabagai mana ia inginkan orang lain melihatnya. Setiap orang menopang perbuatannya sendiri dihadapan dunia , sebagaimana adanya, dalam suatau usaha untuk membuat orang orang lain melihat kita sebagai seorang yang dihargai.
            Pada masa dini hidup kita, kita telah mulai mempelajari  jenis kelompok mana yang ingin kita masuki, jenis tingkatan sosial mana yang kita cita citakan, dan jenis status mana yang kita capai. Dua orang manusia mungkin mempunyai kebutuhan yang sama kuat akan status harga diri, tetapi jika masing masing disebarkan didalam lingkungan yang saling berbeda,
            Para remaja sering sangat canggung selagi mereka berjuang untuk menyempurnakan tindakan – tindakan pribadi mereka. Mereka nampak menganggap sangat penting untuk kelihatran sebagaiapa yang mereka sangsikan tentang tentang diri mereka yang sesungguhnya. Dikemudian hari mereka menjadi lebih ahli, baik karena tindakan – tindakan mereka yang menjadi lebih baik maupun karena tindakan – tindakan mereka yang jauh dari pada yang dilakukan oleh para aktor.
            Perhatikanlah bahwa tindakan – tindakan kita adalah fungsional bagi kita. Tindakan – tindakan itu dilakukan baik oleh para remaja maupun para orang dwwasa karena alasan – alasan yang tepat. Suatu tindakan adalah suatu cara untuk mengisi sebuah peranan. Hal itu juga merupakan suatu cara untuk melindungi bagian – bagian diri kita yang rapuh terhadap serangan yang tidak nyata maupun yang nyata. Tetapi tindakan kita adalah efektif dalam melakukan fungsinya hanya apabila orang – orang lain menerimanya. Dan orang – orang lain biasanya menerima tindakan itu apabila kesenjangan antara tindakan kita dengan perkiraan mereka tentang diri kita yang “sesungguhnya” kecil. Orang  lain cenderung untuk menjadi penilaian yang saksamajuga. Maka masalah tentang tindakan timbul apabila jarak antara tindakan dengan kenyataan bertambah jauh.
            Tetapi meskipun tindakan – tindakan kita fungsional, namun hal itu memberikan sumbangan kepada suatu dunia sosial yang penuh dengan sinyal – sinyal penyimpangan. Anda mengatakan kepada saya bahwa anda kuat, bergairah kepada dunia, dan tegas (dan mungkin anda demikian – atau mungkin juga tidak), dan saya sibuk mengkomunikasikan kepada anda bahwa saya bijaksana, penuh pengertian dan secara intelektual menimbulkan semangat, yang semua itu merupakan kepribadian yang saya inginkan (dan mungkin memang sesungguhnya – atau mungkin juga tidak). Kita berdua  telah mempraktekkan tindakan –tindakan tersebut. Dengan demikian kita telah mengembangkan cara – cara yang halus untuk dapan meyakinkan, yaitu cara – cara yang belum pernah diimpikan oleh anak remaja yang bodoh sekalipun. Tetapi kita juga telah mengembangkan cara cara yang cerdik untuk mengetahui tindakan orang lain.
            Hubungan kita bahkan menjadi lebih dikacaukan oleh kenyataan bahwa kita melihat satu sama lain melalui kacamata kebutuhan masing masing. Kita memberikan kepada perilaku anda makna – makna yang telah kita pelajari, yang mungkin tidak tepat. Selagi anda berdiri disana dan mencoba untuk memancarkan kekuatan dan ketagasan, saya melihat anda sebagai orang yang kurang ajar dan tidak matang. Dan anda, yang menginginkan tindakan dan pengakuan, melihat kepada kepada usaha – usaha saya yang tenang dan bijaksana sebagai kebodohan dan kekurangan imaginasi. Melihat hal ini keanehannya bukanlah terletak pada kenyataan bahwa kita menemukan kesukaran yang sungguh – sungguh untuk memahami satu sama lain, tetapi sekaligus bahwa kita juga mampu untuk memahami satu sama lain.
            Maka masalah besar yang utama adalah masalah kelihatan, bagaimana mendapatkan informasi yang lebih saksama tentang orang – orang lain yaitu mengukur ketidak cocokan antara seseorang sebagaimana ia bertindak dengan dia sebagai pribadi “yang sesungguhnya.” Malasah kedua adalah mengukur sejauh mana kebenaran dari tindakan kita. Karena tentu saja kita berada dalam kesukaran yang besar jika diri kita yang kehendaki untuk kita perlihatkan kepada dunia telah kelihatan sangat jelek, sangat lemah, dan sangat jelas sehingga setiap orang lain menganggapnyatak berarti. Kuta berada dalam keadaan yang jelek jika orang – orang disekitar kita mengatakan : “Ada seseorang yang berusaha untuk bertindak tegas dan yakin terhadap dirinya sendiri, pada hal dalam kenyataan yang jelas, sejelas hidung yang menempel pada wajah anda ; bahwa ia sesungguhanya tidak yakin, tidak tegas sera cemas.”
            Dengan penalaran ini, yaitu jika kita dapat membuat orang orang lain memberikan kepada kiat umpan balik yang tepat, maka mereka dapat memberika bantuan sungguh – sungguh kepada kita untuk mengusahakan apa yang kita harapkan yaitu agar kita lebih menyerupai diri kita yang sesungguhnya, dan untuk mengurangi keraguan serta kecemasan didalam proses tersebut.

Segi Sosial dari Persepsi
            Persepsi ini tanpa mengingatkan kepada pembaca bahwa salah satu penyumbang utama bagi cara ia melihat dunia adalah berasal dari kelompoknya serta keanggotaannya dalam masyarakat. Kita telah “disosialisasikan “ oleh lingkungan kita, yang berarti kita belajar untuk melihat dunia melalui lensa lensa menyimpang tertentu dari bermacam macam teman kita. Jika kita wanita, maka kita belajar untuk melihat dunia sebagai mana wanita pada masa kini dan pada kebudayaan kita diperkirakan melihatnya. Jika kita memperoleh gelar Ph. D. dalam ilmu fisika, kita mungkin tidak hanya belajar ilmu fisika, tetapi melihat seins (science) dengan huruf besar S, hampir hampir seperti suatu agama. Dan jika kita menjadi anggota suatu kelompok persaudaraan atau bagian pemasaran dari Perusahaan X atau dari British Civil Service, maka kita semua dituntun (sehingga seseorang dapat membacanya “menyimpang secara sosial”) untuk melihat dunia sebagai mana diharpkan oleh kelompok kelompok tersebut dan juga dalam menentukan teman teman serat musuh musuh kita.
            Tekana tekanan sosial terhadap persepsi ini teramat kuat dan meliputi banyak hal. Tekanan tekanan itu cukup kuat untuk memaksa orang orang yang berakal sehat melihat garis yang pendek senagai garis yang panjang, atau obyek sasaran yang tidak bergerak sebagai bergerak. Jika kita mengetahui sedikit tentang “sosialisasi” yang telah dipaksakan kepada seseorang, maka kita tidak dapat meramalkan banyak sekali macam persepsi yangb selektif dengan sangat tepat. Kita dapat menebak bagaimana kira kira sebagian dari persepsinya dalam bidang agama, politik, seks, dan sejumlah besar dimensi lain.
            Makna persepsi bersifat ambigu. Tafsiran kita secara keseluruhan tentang kenyataan, gagasan gagasan kita tentang apa yang benar dan, untuk sebagian besar, apa yang penting dan apa yang betul berasa dari cara cara yang telah diajarkan kepada kita secara selektif untuk melihat dunia.

Ringkasan
Orang orang melihat segala sesuatu secara berbeda satu sama lain. Bahkan “fakta fakta” sekalipun mungkin nampak sangat berbeda bagi orang yang berlainan.Faktor yang palin penting yang menentukan pandangan seseorang terhadap dunia adalah relevansinya dengan kebutuhan kebutuhan dirinya. Hal hal yang memuaskan kebutuhan seseorang akan lebih cepat terlihat. Tetapi hal hal yang nampak merupakan rintangan, jika tidak mengancam secara kritis, mungkin juga dilihat dengan cepat, hanya kemudian untuk diingkari sehingga nampak seperti tidak pernah dilihat sama sekali. Dengan mengingkari rintangan, orang orang “melindungi” diri mereka sementara daripadanya. Jika rintanga itu sungguh sungguh menjadi berbahaya, orang orang membuka mata lebar lebar dan menghadapi rintangan tersebut.
Salah satu dari hal hal yang kita persepsikan ituadalah diri kita sendiri dan orang lain. Untuk melindungi dan meningkatkan diri kita, kita mencoba untuk memanipulasi gambar diri kita yang dilihat oleh orang lain dengan memasang sebuah kedok yang akan membuat mereka mengira kita sesuai dengan yang kita inginkan. Masalah tindakan kita dan bagaimana mengusahakannya agar berhasil, terutama tergantung pada kecakapan kita untuk mengenal reaksi reaksi dari hadirin secara saksama. Dan reaksi reaksi hadirin yang saksama sulit didapat karen hadirin juga sedang bertindak.
Mengabaikan perbedaan perbedaan dalam persepsi sama dengan mengabaikan suatu faktor penentu yang utama dari perilaku. Namun adalah mudah untuk mengasumsikan secara tidak beralasan bahwa setiap orang melihat dunia dengan perspektif yang sama sebagaimana pemirsa. Komunikasi yaituyang saling memberikan  umpan balik adalah ukuran yang paling baik untuk mengoreksi.
            Proses keseluruhan yang kita sebut “sosialisasi” dapat dipandang sebagai suatu proses belajar mengenai persepsi yaitu suatu cara melihat dunia dalam cara yang diharapkan oleh masyarakat kita.


Sumber : 
Leavitt, Harold. 1978. Psikologi Manajemen. Jakarta : Penerbit Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar